Perilaku atau lingkungan yang berpotensi merugikan, yang dikenal sebagai “toxic“, semakin menarik perhatian masyarakat sebagai topik yang penting. Senior Medical Alodokter, Kevin Adrian, membahas perihal keberadaan orang toxic dalam lingkungan kita, dan langkah-langkah untuk mengatasi dampaknya yang merugikan.

“Istilah toxic digunakan untuk merujuk pada individu, hubungan, atau lingkungan yang memberikan dampak negatif terhadap orang lain, baik secara fisik maupun mental,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Kevin Adrian menyampaikan bahwa meskipun perilaku toxic tidak selalu dianggap sebagai gangguan mental, namun perlu diwaspadai karena mampu memengaruhi kondisi fisik dan mental individu yang terlibat. Ia menyoroti pentingnya mengenali ciri-ciri perilaku toxic agar dapat menghindari dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya.

“Orang yang bersikap toxic cenderung memiliki sifat manipulatif, egois, bahkan cenderung mengontrol kehidupan orang lain. Mereka seringkali tidak peduli dengan kebutuhan atau perasaan orang lain, dan lebih fokus pada pencapaian pribadi mereka sendiri,” paparnya.

Dalam konteks ini, Kevin Adrian menekankan bahwa korban perilaku toxic mungkin tidak menyadari kondisi tersebut karena pelaku mampu menyembunyikan sifat negatifnya di balik lapisan kepribadian yang positif.

“Hal ini menunjukkan bahwa orang yang bersikap toxic dapat ditemui di berbagai lingkungan, termasuk dalam hubungan pertemanan, keluarga, atau pun di tempat kerja,” tuturnya.

Penyebab dari perilaku toxic dapat bermacam-macam, mulai dari perasaan rendah diri, trauma yang belum terselesaikan, hingga gangguan mental atau kepribadian. Meskipun demikian, Kevin Adrian menegaskan bahwa alasan apapun tidak membenarkan perilaku toxic tersebut.

“Bagi individu yang mengalami perilaku toxic, disarankan untuk melakukan introspeksi diri, melatih empati, dan mengendalikan emosi sebagai langkah-langkah untuk mengatasi perilaku tersebut,” ujar dokter lulusan Universitas Atmajaya.

Sementara bagi para korban, penting untuk menetapkan batasan yang jelas, tidak terlibat dalam drama yang diciptakan oleh orang toxic, serta menjaga kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi sebagai prioritas utama.

“Diharapkan kita semua dapat menjalin hubungan yang lebih sehat dan mendukung dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga tidak menjadi pelaku ataupun korban toxic,” pungkasnya.